
Salingtemas di Situ Elok, Aksi Nyata Peduli Lingkungan oleh SMP Negeri 1 Cilongok
Di tengah derap perubahan kurikulum dan tantangan global abad ke-21, dunia pendidikan Indonesia berbenah. Kurikulum Merdeka hadir membawa semangat baru: membebaskan proses belajar dari sekadar hafalan dan menuntun siswa pada pengalaman yang lebih bermakna. Dalam semangat inilah, pembelajaran kontekstual menjadi salah satu kunci utama. Pendidikan tidak lagi berada dalam ruang hampa, tetapi harus berpijak pada kenyataan sosial dan lingkungan sekitar siswa. Belajar sains, misalnya, bukan hanya memahami hukum alam dalam buku, tetapi menyentuh langsung bumi tempat berpijak, merasakan denyut air, mencium aroma tanah, dan melihat bagaimana kehidupan tumbuh dari keteraturan ekosistem.
Di tengah pendekatan baru ini, muncul konsep Salingtemas—akronim dari Sains Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat—yang mengintegrasikan pengetahuan alam dengan kesadaran ekologis serta peran sosial siswa. Konsep ini menjadi relevan, terutama bagi sekolah-sekolah yang berani menjadikan komunitas dan alam sebagai laboratorium pembelajaran. Salah satu yang berhasil mengimplementasikannya adalah SMP Negeri 1 Cilongok, Banyumas. Sekolah ini tidak hanya mengadopsi Kurikulum Merdeka secara administratif, tetapi juga menjiwainya lewat praktik nyata yang menyentuh kehidupan siswa dan masyarakat.
Pusat dari praktik itu adalah sebuah kawasan alami bernama Situ Elok. Terletak tak jauh dari lingkungan sekolah, Situ Elok dulu dikenal sebagai sumber air bersih yang jernih dan menjadi kebanggaan warga. Anak-anak bermain di sekitarnya, penduduk mengambil air untuk kebutuhan sehari-hari, dan ikan hidup berkembang biak dengan sehat di dalamnya. Namun, seiring berjalannya waktu dan kurangnya kesadaran lingkungan, Situ Elok mengalami degradasi yang mengkhawatirkan. Sampah rumah tangga menumpuk di tepiannya, air mulai keruh, dan kehidupan akuatik nyaris punah. Dari tempat yang semula menjadi sumber kehidupan, Situ Elok perlahan berubah menjadi simbol keterabaian.
Kondisi ini menjadi panggilan nurani bagi SMP Negeri 1 Cilongok untuk bertindak. Mereka tidak ingin hanya mengajarkan ekosistem di papan tulis, sementara satu ekosistem di dekat sekolah mereka mati perlahan. Pendidikan harus menjadi solusi. Dalam rangka ulang tahun sekolah ke-44, dan sebagai bentuk latihan pengabdian OSIS, para siswa didorong untuk mengambil langkah nyata. Dimulailah kegiatan besar yang penuh semangat: aksi bersih-bersih Situ Elok.
Ratusan siswa bergotong royong membersihkan sampah yang menumpuk. Mereka menyusuri tepi danau dengan kantong plastik, memungut botol, plastik kresek, hingga sampah organik. Bukan hanya sebagai tugas, tetapi sebagai panggilan kesadaran. Kegiatan ini tak hanya membersihkan lingkungan, tapi juga membersihkan cara pandang mereka terhadap alam. Mereka belajar bahwa bumi tidak kotor karena tanahnya, tetapi karena kelalaian manusianya.
Tidak berhenti sampai di sana, sekolah menginisiasi program penebaran 10.000 benih ikan nila ke dalam Situ Elok. Dana untuk kegiatan ini dikumpulkan dari gotong royong siswa, guru, alumni, dan dukungan pemerintah desa. Tujuannya bukan hanya untuk menghidupkan kembali kehidupan air, tetapi juga menanam harapan bahwa Situ Elok bisa kembali menjadi sumber pangan bergizi bagi masyarakat. Ikan-ikan itu diharapkan tumbuh dan berkembang biak, mengembalikan keseimbangan ekosistem dan menjadi pembelajaran hidup bagi para siswa bahwa tindakan kecil bisa berdampak besar jika dilakukan bersama.
Kegiatan ini bukan milik SMP Negeri 1 Cilongok semata. Kolaborasi menjadi kunci utama keberhasilan. Pemerintah desa dan kecamatan setempat ikut terlibat. Karang taruna dan komunitas pemancing mendukung dengan tenaga dan pengalaman mereka. Beberapa sekolah lain seperti SMP BS Zam Zam, SMP ZIIS, dan SMP Muhammadiyah Cilongok juga ikut ambil bagian. Kegiatan tidak hanya berhenti pada pembersihan dan penebaran benih ikan, tetapi juga diwarnai dengan karnaval budaya yang meriah dan bazar sembako murah bagi warga sekitar. Semua elemen bergerak, semua terlibat, dan yang terpenting: semua merasa memiliki.
Semangat kolaboratif ini menghadirkan banyak dampak positif. Bagi siswa, ini adalah pembelajaran aktif yang tak ternilai. Mereka tidak hanya belajar IPA atau IPS secara teoritis, tetapi memahami hubungan antarunsur dalam ekosistem dan pentingnya keseimbangan lingkungan. Mereka merasakan nilai sosial dari sebuah aksi nyata, membentuk empati, dan mulai mencintai lingkungan dari pengalaman langsung. Beberapa siswa bahkan mengaku bahwa ini adalah pengalaman paling membekas selama bersekolah, karena mereka merasa menjadi bagian dari perubahan.
Dampak positif juga dirasakan oleh masyarakat. Warga mulai ikut menjaga kebersihan di sekitar Situ Elok. Ada peningkatan kesadaran akan pentingnya pengelolaan sampah dan pelestarian sumber daya air. Beberapa warga bahkan mulai menyusun rencana untuk menjadikan Situ Elok sebagai destinasi ekowisata lokal. Pelibatan generasi muda dalam gerakan ini menambah optimisme, karena mereka adalah calon pemimpin yang kini telah belajar mencintai lingkungan sejak dini.
Kegiatan monumental ini tidak luput dari perhatian Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas. Kepala Dinas memberikan apresiasi secara langsung kepada sekolah dan menyampaikan bahwa inisiatif seperti inilah yang diharapkan dari Kurikulum Merdeka—pembelajaran yang kontekstual, berdampak, dan berkelanjutan. Ia menyebut bahwa SMP Negeri 1 Cilongok telah menjadi pionir dalam mengintegrasikan sains dan nilai sosial dalam satu gerakan edukatif yang menyentuh banyak hati.
Apa yang dilakukan oleh SMP Negeri 1 Cilongok menjadi pengingat bahwa sains bukan sekadar kumpulan teori dan rumus, tetapi panduan untuk memahami dan memperbaiki dunia nyata. Pembelajaran terbaik adalah yang menyentuh bumi dan hati. Situ Elok yang dulunya terabaikan, kini mulai pulih. Ia bukan hanya menjadi tempat hidup ikan, tetapi juga simbol hidupnya kesadaran lingkungan. Dari danau yang mulai jernih, kita bisa membaca harapan baru—tentang generasi yang mencintai alam, tentang sekolah yang tidak hanya mengajar tetapi juga bergerak, dan tentang pendidikan yang memberi makna lebih dari sekadar nilai rapor.
Harapan ke depan, Situ Elok bisa terus dikembangkan sebagai laboratorium alam. Tempat ini bisa menjadi lokasi praktik pembelajaran interdisipliner: sains, teknologi, kewirausahaan, hingga seni. Ikan-ikan yang ditebar hari ini bisa menjadi sumber pangan bergizi yang menyehatkan warga. Bahkan, kegiatan ini dapat membuka peluang usaha mikro bagi masyarakat sekitar. Bayangkan, dari satu aksi kecil di sekolah, tumbuh perubahan besar dalam komunitas.
SMP Negeri 1 Cilongok telah menunjukkan bahwa pendidikan sejati bukan hanya memindahkan ilmu dari guru ke siswa, tetapi menyemai empati, membentuk kesadaran, dan menggerakkan aksi. Mereka menjadi bukti bahwa sekolah bisa menjadi pusat perubahan sosial dan ekologis, jika memiliki visi dan keberanian untuk bertindak. Kurikulum Merdeka bukan sekadar perubahan kurikulum, tapi panggilan untuk memerdekakan cara berpikir dan bertindak dalam pendidikan.
Situ Elok adalah cermin. Ia memperlihatkan betapa pentingnya pendidikan yang tidak hanya menyentuh akal, tetapi juga menyentuh hati. Di sinilah lahir generasi baru yang bukan hanya cerdas, tetapi peduli. Generasi yang tidak hanya tahu teori, tapi siap bertindak. Generasi yang belajar bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk lingkungan dan masyarakat. Itulah makna dari pendidikan kontekstual yang sesungguhnya—mengakar, berdampak, dan berkelanjutan. (Trisnatun, M.Pd, Kepala SMPN 1 Cilongok)