
Enam Strategi Menyambut Era Deep Learning
Di tengah cepatnya transformasi teknologi dan informasi, dunia pendidikan menghadapi tantangan baru: bagaimana menciptakan proses pembelajaran yang tidak sekadar membuat siswa tahu, tetapi memahami secara mendalam, mampu berpikir kritis, dan siap menghadapi kehidupan nyata.
Kurikulum Merdeka (Kurikulum Nasional) yang sedang digulirkan di Indonesia menjadi momentum untuk menggeser pola lama yang terlalu berpusat pada hafalan dan ceramah. Kini, saatnya kita menyambut era deep learning-pembelajaran yang menekankan pada pemahaman konseptual, refleksi, keterlibatan aktif, dan relevansi konteks.
Berikut enam strategi alternatif dalam membangun proses deep learning (pembelajaran mendalam)
di sekolah:
- Kontekstual: Belajar Harus Terhubung dengan Dunia Nyata
Siswa akan lebih mudah memahami jika pelajaran dikaitkan dengan konteks kehidupan mereka. Pembelajaran kontekstual membantu siswa melihat makna dan kegunaan dari apa yang dipelajari. Contoh: Dalam pelajaran matematika, guru mengaitkan topik “persentase” dengan diskusi tentang inflasi harga barang di pasar lokal. - Pengalaman Langsung (Experience-Based Learning)
Belajar akan lebih membekas saat siswa mengalami langsung prosesnya. Kegiatan praktik, proyek, simulasi, dan observasi lapangan menjadikan pelajaran tidak abstrak, tapi nyata dan menyenangkan.
Contoh: Dalam pelajaran IPA, siswa diajak mengamati ekosistem di sekitar sekolah atau membuat kompos dari sampah organik. - Literasi sebagai Fondasi Berpikir Kritis
Literasi tidak hanya soal membaca teks, tapi juga memahami informasi, menganalisis isi, menulis dengan runtut, dan menyampaikan ide secara logis. Literasi yang kuat adalah bekal utama bagi pembelajaran mendalam.
Contoh: Setelah membaca berita lingkungan, siswa diminta menulis opini tentang pelestarian sungai atau danau di dekat sekolahnya - Eksperimen: Menemukan Fakta Secara Mandiri
Siswa perlu dilatih untuk menemukan, bukan hanya menerima. Melalui eksperimen dan pendekatan inkuiri, siswa belajar bertanya, merancang, mencoba, gagal, dan mencoba lagi.
Contoh: Dalam pelajaran IPA, siswa melakukan uji asam-basa dari bahan dapur sehari-hari seperti cuka dan baking soda. - Numerasi untuk Pengambilan Keputusan
Kemampuan memahami angka dan data menjadi penting di era informasi. Numerasi adalah lebih dari sekadar berhitung-ini tentang menginterpretasi grafik, membaca data statistik, dan mengambil kesimpulan logis.
Contoh: Siswa menganalisis data hasil survei kebiasaan membaca teman-temannya dalam bentuk diagram batang dan membuat interpretasi. - Bimbingan dan Umpan Balik Berkualitas (Guidance)
Guru dan pendidik memiliki peran sebagai fasilitator dan pembimbing belajar. Bukan hanya menyampaikan materi, tapi juga memfasilitasi refleksi, memberi umpan balik konstruktif, dan mendorong siswa untuk terus belajar. Contoh: Guru tidak langsung memberi jawaban saat siswa kesulitan, tapi memberi petunjuk atau pertanyaan pemandu agar siswa menemukan sendiri solusinya.
Pembelajaran Mendalam: Mewujudkan Pendidikan yang Menghidupkan
Menyambut era deep learning berarti berani meninggalkan zona nyaman metode lama dan mulai membangun ruang kelas yang hidup, reflektif, dan kolaboratif. Ketika siswa belajar dengan konteks, mengalami sendiri, terampil membaca dan menghitung, bisa bereksperimen, serta mendapat bimbingan yang tepat-maka mereka tak hanya menjadi cerdas, tetapi juga berdaya dan siap menghadapi tantangan zaman. Pendidikan sejati bukan hanya mencetak nilai, tapi menyalakan semangat belajar sepanjang hayat. Mencermati enam strategi tersebut di atas sebenarnya Deep Learning bukan sesuatu yang sama sekali baru dalam penerapan kurikulum yang dinamis. Kita sudah mengenalnya bahkan mungkin sudah menerapkannya.
Referensi:
Disarikan dari beberapa sumber bacaan:
- Quantum Teaching
- Quantum Learning
- Contextual Teaching & Learning
- Gurunya Manusia
- Sekolahnya Manusia
- Cara Menjadikan Anak Anda Bergairah Menulis
(Trisnatun, M.Pd. - Kepala SMPN 1 Cilongok)