Sepenggal Kisah dari Guru Honorer, Achmad Budi Cahyanto
Pada suatu malam Bima bermimpi bertemu dengan Pandu, ayahnya yang telah lama berada di alam baka. Bima sangat sedih melihat Pandu bersama Madrim, isterinya, tersiksa di neraka.
Esok ketika terbangun Bima merenung. Hatinya bergejolak, beranggapan Dewa tidak adil, karena ketika hidupnya Prabu Pandu telah dianggapnya telah banyak berkorban dan berjuang untuk kedamaian dan ketenteraman dunia tapi mengapa justru masuk neraka. Maka timbulah keinginan untuk membebaskannya.
Niatnya kemudian disampaikan kepada Semar, seorang abdi Pandawa dan sekaligus berperan sebagai pamong agung. Semar lalu menyarankan agar Bima memenuhi Bathara Guru di Kahyangan.
Bima lalu masuk ke dalam sanggar pemujaan untuk melakukan semadi. Beberapa lama kemudian sukma Bima sudah dapat keluar dan melesat dari raganya dan segera menuju kahyangan. Bima langsung menghadap Batara Guru.
"Bima. Ketahuilah bahwa meskipun Pandu ayahmu itu telah banyak jasanya dalam menjaga ketenteraman dunia ini, tetapi dosanya yang cukup besar yaitu membunuh kijang yang sedang berkasih-kasihan dengan betinanya”. Kata Bathara Guru.
Sedangkan yang sebenarnya hewan kijang itu adalah penjelmaan dari seorang brahmana sakti yang bernama Kimindama. Dan ketahuilah bahwa Ayahmu telah terkena kutukan dari sang Brahmana tersebut, yang kutukannya kelak akan disiksa dalam neraka." lanjut Batara Guru kepada Bima.
"Sudah cukup lama ayahku Pandu dan ibu Madrim tersiksa di dalam neraka yang panas membara. Kukira semua ini sudah seimbang antara penderitaannya dengan dosa yang diperbuatnya semasa hidupnya.
Sekarang aku minta ayah dan ibu Madrim untuk segera dibebaskan dari siksa neraka dan dinaikkan ke tempat yang terhormat yaitu sorga." Pinta Bima.
"Baiklah, akan tetapi hanya kau sebagai anaknya yang berbakti yang dapat mengangkat kedua orang tuamu dari neraka."
Bima lalu pergi ke kawah Candradimuka. Lumpur api di alam kawah bergolak dengan dahsyatnya, seolah-olah akan menelan apa saja yang masuk ke dalamnya. Tampak di dalam kawah Pandu dan Madrim mengalami siksaan yang maha berat yang tidak sebentar .
Hancur luluh hati perasaan hati Bima menyaksikan derita kedua orang tuanya yang dicintainya itu tersiksa.
Dan pada saat itu juga berkobar tekadnya untuk dapat membebaskan keduanya dengan segala cara.
Tanpa ragu-ragu lagi Bima melompat ke dalam kawah Candradimuka yang panas dan bergejolak itu.
Keajaibanpun segera terjadi. Begitu Bima mencebur ke dalam kawah, kobaran api kawah itu seketika menjadi reda dan lama kelamaan padam sama sekali, hilang panasnya sama sekali. Kawah Candradimuka berubah sejuk.
Pandu dan Madrim ketika melihat anaknya Bima, menghampirinya segera dipeluknya dengan penuh kerinduan.
Dan pada saat itu juga para bidadari segera berdatangan menjemput Pandu dan Madrim. Keduanya lalu dibimbing keluar dari kawah Candradimuka dan diiringinya menuju swargaloka.
Tidak terlukiskan betapa sukacitanya rasa hati Bima menyaksikan peristiwa itu. Perjuangannya membebaskan penderitaan kedua orang tuanya berhasil sudah.
Dengan rasa lega dan puas Bima lalu kembali ke kerajaan dan langsung menuju sanggar pemujaan. Sukmanya telah menyatu dan kembali dengan raganya.
Bima lalu masuk ke istana Amarta, menemui Kunti, ibu kandungnya bersama saudara-saudara Pandawa lainnya. Segala pengalamannya lalu diceritakan kepada mereka.
Semuanya mendengarkan kisah Bima dengan penuh ketegangan dan disertai kekaguman yang luar biasa atas perjuangan Bima.
“ Itu adalah sepenggal kisah dalam dunia pewayangan yang sering kita dengar dan saksikan,” ungkap Drs. Edy Raharjo Kepala Bidang Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Dindik Kabupaten Banyumas saat memberikan pembinaan kepada segenap Karyawan Dindik, Selasa (6/2/2018).
“Kisah yang hampir sama baru saja dialami oleh Achmad Budi Cahyanto Guru Honorer dari SMAN Torjun, Sampang Madura. Dengan semangat penuh pengabdian meski dalam kondisi serba kekurangan seorang Guru harus meregang nyawa akibat perbuatan anak didiknya sendiri,” sambung Edy Raharjo.
“Seperti kisah wayang di atas, sebuah kesalahan kecil harus ditebus dengan hilangnya nyawa seorang guru, dedikasi dan pengabdiannya dalam mengajar dan mendidik yang sudah dilakukannya bertahun-tahun harus berakhir dengan cara yang tragis akibat perbuatan dari seorang siswanya sendiri” lanjutnya.
Meski pada akhirnya Kementerian Pendidikan telah datang secara khusus dan memberikan apresiasi dan penghargaan yang tinggi kepada korban, kita semua berharap kejadian ini tidak akan terulang kembali.
“Kemendikbud memberikan status PNS kepada Achmad Budi Cahyanto dan langsung memberikan SK pensiun atas jasa dan pengabdiannya, selain itu Mendikbud juga akan menjamin biaya pendidikan anak korban ke depannya,” lanjut Edy Raharjo mengutip informasi yang datang dari Kemendikbud
Berbicara tentang status PNS, menurut Kabid PGTK Dindik, saat ini untuk mendapatkan status PNS dibutuhkan perjuangan yang panjang dan berat, dan status ini adalah dambaan banyak orang.
“Berbahagialah bagi yang menyandang status ini, sebab itu patuhilah aturan-aturan yang melekat pada ASN, tingkatkan kinerja dan profesionalisme, dan manakala disatu tempat terjadi mutasi janganlah dimaknai secara berlebihan, kebijakan itu dilakukan agar jalannya organisasi dan roda pemerintahan tidak berhenti di satu titik,” lanjutnya.
“Pun demikian dengan yang sering terjadi di organisasi perangkat daerah maupun di sekolah. Ketika pimpinan memandang perlunya reorganisasi, baik itu promosi maupun mutasi, janganlah hal itu dimaknai sebagai sesuatu yang aneh maupun berlebihan, itu semata itu kepentingan dan kebutuhan organisasi,” pungkasnya.(sunarto-dindikbms)