Sudah Saatnya Pembelajaran yang Memerdekakan Pemikiran Siswa
Jakarta,- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makariem mengatakan Program PINTAR Tanoto Foundation sejalan dengan program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Menurutnya, program tersebut memiliki manfaat untuk memajukan pendidikan di Indonesia.
Nadiem mengakui Program PINTAR sejalan dengan program guru penggerak, sekolah-sekolah penggerak, dan organisasi masyarakat di lapangan. Ia melihat ada suatu perspektif baru dalam kebijaksanaan dan strategi pendidikan di Indonesia.
“Kemendikbud berkomitmen membangun sistem dan ekosistem pendidikan di Indonesia yang merdeka belajar dan selalu berpihak kepada murid yang merdeka belajar. Semangat kita sejalan dengan Tanoto Foundation,” ujar Nadiem dalam acara Tanoto Facilitator Gathering (TFG), Selasa, (24/11/2020).
Salah satunya adalah melalui program guru penggerak yang mendorong guru dan kepala sekolah menjadi pemimpin-pemimpin pendidikan di masa depan.
“Pesan penting hari ini adalah kita percaya bahwa sekolah bisa maju kalau kepemimpinan kepala sekolahnya efektif. Pembelajaran yang berpihak pada murid, pembelajaran yang memerdekakan pemikiran, untuk bisa mewujudkan pelajar pancasila,” paparnya.
Sementara itu, Dewan Pembina Tanoto Foundation Belinda Tanoto menuturkan bahwa Tanoto Foundation bekerja berdasarkan tiga prinsip, yaitu fokus pada dampak, berbasis pada data, dan kemitraan.
“Pertama, Program PINTAR ini dirancang untuk menghasilkan dampak yang berkelanjutan bagi penerimanya. Hingga November 2020, kami telah memberi manfaat lebih dari 17.500 guru dan dosen di 21 kabupaten atau kota di Indonesia,” kata Belinda Tanoto, anggota Dewan Pembina Tanoto Foundation, dalam sambutannya di Tanoto Facilitator Gathering 2020.
Belinda melanjutkan kedua, Tanoto Foundation menggunakan pendekatan berbasis data dan bukti agar Program PINTAR lebih terarah dan efektif. Misalnya, bersama Asia Philanthropy Circle dan Djarum Foundation pada tahun 2017, kami menunjuk McKinsey & Company untuk melakukan studi tentang area-area intervensi yang paling berdampak untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
“Prinsip ketiga yaitu kemitraan karena kami menyadari, untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, kami tidak bisa bekerja sendiri. Untuk itu, kami menjalin kemitraan dengan berbagai lembaga pemerintah dan swasta, dari tingkat lokal, regional hingga internasional,” tambah Belinda Tanoto.
Nadiem mengaku sudah banyak mendengar inovasi yang dilakukan fasilitator Tanoto Foundation yang selaras dengan semangat merdeka belajar Kemendikbud.
Pihaknya melihat praktik baik yang sudah dilakukan fasilitator, mulai dari pembelajaran, budaya baca, manajemen sekolah, hingga perkuliahan calon guru di LPTK.
“Mereka sudah menerapkan dan mendiseminasikan serta memimpin rekan-rekan guru dan memastikan sekolahnya berjalan lancar dan membantu siswanya yang selaras dengan semangat merdeka belajar,” imbuh Nadiem.
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Dalam kesempatan sama, Dahlan Iskan, narasumber TFG, mengibaratkan kepala sekolah sebagai pimpinan suatu perusahaan.
Kepala sekolah diharapkan bisa menjadi pimpinan dan memberi inspirasi semua orang yang terlibat di sekolah, mulai dari guru, murid, orangtua murid, dan berbagai pihak.
“Mereka (kepala sekolah) yang setiap hari memimpin rekan-rekan guru dan memastikan sekolahnya bisa berjalan lancar dan membantu murid-muridnya mencapai masa depan yang diinginkan,” ungkapnya.
Sehubungan dengan itu, sudah menjadi kewajiban dari berbagai pihak membangun sumber daya manusia bersama-sama.
“Guru junior dan senior harus bersama-sama membangun ekosistem pembelajaran yang membahagiakan, kepala sekolah harus hadir di situ. Memfasilitasi semua guru,” tutur Dahlan.
Ia menilai bahwa kerja sama yang dilakukan dalam program Tanoto Foundation ini cukup baik sehingga potensi kemajuan pendidikan bisa dikembangkan.
“Kepala sekolah, guru, dan anak didik harus dibimbing sehingga mereka mampu berkompetisi dalam era globalisasi sekarang ini,” pungkasnya.
Belajar dari Kisah Handry Satriago
Narasumber pertama, Handry Satriago, CEO General Electric Indonesia. Handry yang punya keterbatasan di kedua kakinya ternyata mampu melangkah jauh dari apa yang sanggup dibayangkan orang.
Ia mampu mengatasi kekurangan tersebut dengan kelebihan yang dia miliki.
Pada usia 17 tahun, Handry didiagnosis mengidap kanker kelenjar getah bening di tulang belakangnya. Ia menyangka bila dirinya akan terus duduk di kursi roda..
"Itu seperti merenggut masa depanku," ungkap Handry
Namun, semangat hidup dan dukungan lingkungan yang kuat mampu mengalahkan banyak persoalan yang dihadapi Handry.
Kecintaannya terhadap dunia pendidikan, membuatnya terus memberikan motivasi kepada para guru di Indonesia.
“Penting para guru diberikan motivasi, agar mereka tidak mudah menyerah,” ujarnya.
Guru yang baik adalah guru yang bisa membuat siswanya bertanya
Berkat pengalamannya tersebut, Handry mengingatkan guru untuk terus semangat. Jangan pernah lelah untuk belajar.
“Great leader orang yang terus belajar. Never stop learning,” paparnya.
Dalam kesempatan tersebut, Handry mengatakan bahwa belajar bisa dari mana saja, bisa dari alam, teman, sahabat.
“Ketika mindset ini saya ubah jadi pembelajaran, sehingga saya harus memiliki keberanian untuk memimpin sekitar 8 ribu orang, yang 35% nya adalah orang asing,” katanya.
Handry menambahkan guru jangan pernah berhenti untuk terus berinovasi, karena hal tersebut akan berimbas dengan cara mengajarnya di depan siswa.
”Karena guru yang baik tersebut mampu mendorong siswa untuk terus bertanya dan menggali suatu informasi,” katanya.(Tanoto Foundation)