Gerakan Sekolah Menyenangkan Lahirkan Guru yang Dirindukan oleh Siswa
Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) lahir dari perjalanan spiritual dan pengalaman perubahan yang dialami oleh pendirinya, Muhammad Nur Rizal, dan sang istri, Novi Poespita Candra.
Seperti dikutip dari laman sekolahmenyenangkan.or.id, Muhammad Nur Rizal, Ph.D founder GSM berbagi pengalaman saat tinggal di Melbourne, Australia untuk menempuh studi doktoral. Mereka menemukan inspirasi dari ketiga buah hatinya yang sangat mencintai sekolahnya.
Dari situ, mereka melihat pendidikan Australia yang berbeda jauh dengan pendidikan Indonesia. Bahkan bisa dibilang bahwa pendidikan Indonesia tertinggal 128 tahun dari Australia.
Pendidikan Australia unggul dari segi kurikulum yang lebih bagus, lebih menyenangkan, dan disesuaikan dengan kelebihan tiap anak. Bahkan, anak-anak mereka justru rindu pergi ke sekolah saat liburan.
Inspirasi ini dikembangkan saat mereka pulang ke Indonesia dengan membangun GSM pada tahun 2016. Perjalanan menyoal fenomena pengalaman terbaik bersekolah di Australia yang ingin disebarluaskan agar bisa dirasakan oleh seluruh murid di Indonesia tanpa terkecuali. Rizal dan Novi merasa prihatin dengan pendidikan Indonesia yang masih mematok nilai dan ujian, padahal sebetulnya anak-anak bisa belajar dengan metode yang lebih menyenangkan.
Dalam praktiknya, GSM merangkul sekolah-sekolah pinggiran yang tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah. Tujuannya agar kualitas sekolah pinggiran juga bisa terangkat dan para murid dapat merasakan iklim belajar seperti sekolah di Australia.
Saat berbagi cerita dan memberikan motivasi dalam acara seminar nasional yang bertajuk “Optimalisasi Potensi Murid melalui Pembelajaran Berdiferensiasi Menuju Sekolah Menyenangkan” yang digelar dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional di Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu (11 Mei 2024), Muhammad Nur Rizal, menjelaskan pembelajaran diferensiasi terhadap murid kerap dimaknai guru secara keliru. Pembelajaran difrensiasi masih sering dianggap sebagai metodologi belaka, bukan filosofi beresensi.
"Dibutuhkan kesungguhan dengan pola pikir bahwa pedagogi pendidikan kita harus dapat mengeluarkan passion dan potensi bawaan lahiriah setiap individu yang berbeda-beda, sekaligus relevan dengan lingkungan sekitar," tegasnya.
Rizal melanjutkan, "inilah wujud dari pendidikan berkebudayaan, sehingga pemaknaan dan penerjemahan kurikulum akan fleksibel, disesuaikan dengan kultur setempat. Filosofi ini harus melekat pada diri guru, birokrat pendidikan, dan pemangku kepentingan pendidikan lainnya."
Salah satu peserta seminar Hayatri Aseani mengaku terkesan dengan metode yang disampaikan oleh Founder GSM Muhammad Nur Rizal dan berharap bisa segera diterapkan kepada peserta didiknya di sekolah.
“Materi yang disampaikan bagus sekali, pemaparan tentang Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) sangat cocok dengan iklim pendidikan di Indonesia, karena untuk sekarang ini anak mudah bosan dan mereka suka memainkan game sehingga perlu dialihkan ke hal lain yang membuat mereka senang dan mau berpikir”, ujar Ani.
“Saya berharap anak-anak termotivasi untuk belajar dan melakukan hal-hal baru yang berhubungan dengan alam dan tidak rumit tuk berpikir tentang materi,” harapnya.
Pada kesempatan yang sama Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas, Drs. Joko Wiyono, M.Si. berharap kegiatan ini dapat memantik dampak positif, sejalan dengan harapan Gerakan Sekolah Menyenangkan, melahirkan guru yang dirindukan oleh siswa. (sunarto-12052024)